Cari Blog Ini

Laman

Minggu, 15 November 2009

ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP BAKTERI S. aureus dan E. coli


Di tulis oleh Abdul mutholib

14 november 2009

Infeksi merupakan penyebab utama sakit di dunia terutama daerah tropis seperti Indonesia karena keadaan udara yang berdebu, temperatur yang hangat dan lembab sehingga mikroba dapat tumbuh subur. Hal tersebut mendorong pentingnya penggalian sumber obat-obatan antimikroba dari bahan alam. Tanaman obat diketahui potensial dikembangkan lebih lanjut pada penyakit infeksi namun masih banyak yang belum dibuktikan aktivitasnya secara ilmiah (Hertiani et al., 2003 ).

                Staphylococcus aureus dan Eshcericia coli adalah bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada manusia. Staphylococcus aureus sering menimbulkan penyakit dengan tanda – tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. Infeksinya dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu piemia yang fatal. Pada umumnya kuman ini menimbulkan penyakit yang bersifat sporadic. Sedangkan Eschericia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan dalam usus besar sebagai flora normal, tetapi dapat menyebabkan infeksi diare pada anak dan travelers diarrhea (Anonim1, 1994).

            Dalam pengobatan penyakit infeksi, masalah yang sering timbul adalah terjadinya resistensi. Resistensi bakteri terhadap antibiotik membawa masalah tersendiri yang dapat menggagalkan terapi antibiotik (Wattimena, 1991). Bagi negara – negara berkembang timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik menyebabkan angka kematian semakin meningkat. Selain itu cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi berbagai antibiotik juga dapat menimbulkan masalah resisten yaitu munculnya bakteri yang multiresisten terhadap antibiotik (Tjay dan Rahardja, 2002). Meluasnya resistensi mikroba terhadap obat-obatan yang ada, mendorong pentingnya penggalian sumber antimikroba dari bahan alam. Tanaman obat diketahui potensial dikembangkan lebih lanjut pada penyakit infeksi namun masih banyak yang belum dibuktikan aktivitasnya secara ilmiah (Hertiani et al., 2003 ).

 

Sekarang ini pendayagunaan obat tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan pesat dan banyak dijadikan alternatif oleh sebagian masyarakat. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil, harga yang dapat dijangkau masyarakat, efek farmakologi yang dapat dipercepat dan diperkuat dengan cara purifikasi ekstrak serta adanya data ilmiah yang lengkap, hal ini merupakan keunggulan obat tradisional. Fenomena ini mendorong adanya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembagan khasiat serta keamanan suatu tumbuhan supaya peranan dan kualitasnya dapat lebih ditingkatkan (Pramono, 1999).

            Jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah salah satu jenis tanaman obat yang termasuk golongan pteridopyta, family zingiberaceae. Famili zingiberaceae ini terdiri dari 47 genera dan 1400 spesies, di antaranya jahe yang merupakan jenis tanaman paling penting dan memiliki banyak manfaat. Berdasarkan identifikasi fitokimia senyawa minyak atisiri dan senyawa fenol dapat ditemukan pada tanaman ini (Paimin et. al.,2004). Tanaman jahe memiliki aktivitas hepatoprotektif (Abdullah et. al., 2004), antiinflamasi (fatehi et. al., 2005), analgetik dan efek hipoglikemik (John, 2006), ekstrak air memiliki efek antibakteri ditunjukkan dengan zona hambatan E. coli sebesar 12,63 mm dan S. aureus sebesar 12,33 mm( Candarana, et. al., 2004), oleoresin tanaman jahe memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.aureus dengan KHM 60 ppm dan zona hambat 19 mm (Stoyanova,et.al.,2006). Berdasarkan uji fitokimia jahe memiliki kandungan minyak atsiri, fenol yang larut dalam pelarut etanol, berdasarkan uraian ini dapat diharapkan bahwa ekstrak dari tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc) dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri Eschercia coli dan Staphylococcus aureus.

Daftar pustaka

Abdullah, N., Zakiah N. M. S., Abu H. H., Balkis S. B. dan Kamaralzaman S., 2004, Protective Effect of the Ethanol Extract of Zingiber officinale Roscoe on Paracetamol Induced Hepatotoxicity in Rats, Jurnal Sains Kesihatan Malaysia 2(2) 2004: 85-95

 

Chandarana, H., Baluja S. dan Sumitra V. C., 2004, Comparison Of Antibacterial Activities Of Selected Species Of Zingiberaceae Family And Some Synthetic Compounds, Saurashtra University, India, Turk J Biol 29 (2005) 83-97 © T.BÜTAK

 

Fatehi, Z. H., Gholamnezhad Z., Jafarzadeh M. dan Fatehi M., 2005, The Anti-Inflammatory Effects Of Aqueous Extract Of Ginger Root In Diabetic Mice, University of Medical Sciences, Mashhad, Iran. DARU Volume 13, No. 2, 2005

 

Hertiani T., Palupi, I.S., Sanliferianti, Nurwindasari, H.D., 2003, Uji Potensi Antimikroba        terhadap S. aureus, E. coli, Shigella dysentriae, dan Candida albicans dari Beberapa Tanaman Obat Tradisional untuk Penyakit Infeksi, Pharmacon, vol. 4 no.2, UMS, Surakarta.

 

 

John, A. O., 2006, Analgesic, Antiinflammatory and Hypoglycaemic Effects of Ethanol Extract of Zingiber officinale (Roscoe) Rhizomes (Zingiberaceae) in Mice and Rats, University Of Kwazulu-Natal, South Africa, PHYTOTHERAPY RESEARCH Phytother. Res. 20, 764–772 (2006) Published online 28 June 2006 in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com) DOI: 10.1002/ptr.1952

 

 

Paimin, F. B. dan Muharnanto. 2004. Bududaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe. 4. Penebar Swadaya, Jakarta

 

 

Pramono, S., 1999, Buku Risalah Temu Ilmiah, Fakultas Farmasi, UGM, Yogyakarta.

Stoyanova A., Denkova Z., Nenov N., Slavchev A., Jirovetz L., Buchbauer G., Lien H.N., Schmidt E., Geissler M. 2006. C2H2F4 –Oleoresins of black

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2002, Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Samping, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indnesia, Jakarta, 195-204.

 

 

 

 

 

 

Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif


Di tulis oleh abdul mutholib

14 november 2009

Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang cukup tebal (20 – 80 nm) dan terdiri atas 60 sampai 100 persen peptidoglikan. Beberapa organisme Gram positif mengandung substansi dinding sel yang disebut asam teikoat yang dikaitkan pada asam muramat dari lapisan peptidoglikan. Dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai susunan kimia yang lebih rumit dari pada bakteri Gram positif, mengandung lebih sedikit peptidoglikan (10 sampai 20 persen bobot kering dinding sel), diluar lapisan peptidoglikan ada struktur “membran” kedua, yang tersusun dari protein, fosfolipida, dan lipopolisakarida (Volk et. al.,1993). Salah satu contoh dari bakteri Gram positif adalah staphylococcus aureus (Anonim, 1994), dan bakteri Gram negatif adalah Eschericia coli (Anonim, 1994).

a.  Staphylococcus aureus

Klasifikasi dari bakteri ini sebagai berikut.
Kingdom         : Prokariot
Divisio             : Protophyta
Kelas               : Schizomycetes
Ordo                : Eubacteriales
Familia            : Micrococcaceae
Genus              : Staphylococcus
Spesies            : Staphylococcus aureus (Salle, 1961).

      Bakteri ini berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter kuman antara 0,8 – 1,0 mikron. Pada sediaan langsung yang diperoleh dari nanah dapat terlihat sendiri berpasangan, menggerombol dan bahkan dapat tersusun seperti rantai pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan yang dibuat dari perbenihan padat, sedangkan dari perbenihan kaldu biasanya ditemukan sendiri atau tersusun sebagai rantai pendek (Anonim1,1994).

 

 

b.  Escherichia coli

Divisio             : Schizomycota

Kelas               : Schizomycetec

Ordo                : Eubacteriaceae

Genus              : Escherichia

Species            : Escherichia coli (Salle, 1961).

Escherichia coli adalah kuman oportunis dan banyak ditemukan didalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menimbulkan infeksi primer pada usus. morfologi dari bakteri ini adalah berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif, ukuran 0,4 – 0,7 µm x 1,4 µm, sebagian besar gerak positif dan beberapa strain mempunyai kapsul (Anonim1, 1994)

Secara fisiologi dapat tumbuh baik disemua media, pada media yang dipergunakan untuk isolasi kuman enterik, sebagian besar strain E. coli tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa. E.coli menyebabkan diare, terutama pada anak. Ciri khas yang disebabkan oleh E. coli adalah: tinja mengandung darah, mucus dan pus (Anonim1,1994).

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

 

 

Anonim1, 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, edisi revisi, Binarupa Aksara, Jakarta 35,,37, 103, 163

 

Salle, A. J., 1961, Fundamental Principles of Bacteriology, 5th edition, Mc.Graw Hill Company Inc., New York.

 

Volk, W.A. dan Wheeler, F. M, 1993, Mikrobiologi Dasar,edisi Kelima, Erlangga, Jakarta 51,52

 

 

 

 

 

Antibakteri dan antiseptic


Di tulis oleh abdul mutholib

 

14 november 2009

 

Antibakteri ialah obat pembasmi mikroba atau bakteri, khususnya bakteri yang merugikan manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif (daya kerjanya), ada antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktivitas bakterostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid (Setyabudy dan Gan, 1995).

Aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari obat antibakteri dan faktor yang menyangkut sifat dari bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Mekanisme kerja antibakteri dan antiseptik dapat dijelaskan sebagai berikut.

Mekanisme kerja antibakteri adalah mengganggu bagian – bagian yang ada di dalam sel, yaitu :

a. Sintesis dinding sel

Mencegah sintesis dinding sel dan merusak dinding sel, menyebabkan tekanan osmotik dalam sel lebih tinggi daripada lingkungan luar sel sehingga sel akan mengalami lisis. (Anonim1,1994).

b.  Fungsi membran

Merusak atau memperlemah satu atau lebih dari fungsi membran. Sehingga  berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri akan keluar yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida. (Anonim1,1994).

c.  Sintesis Protein

Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas dua subunit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. Untuk berfungsi pada sintesis protein kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA yang menjadi ribosom 70S. Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama yaitu : 1. Transkripsi atau sintesis asam ribonukleat yang DNA-dependent dan 2. Translasi atau sintesis protein yang RNA- dependent. Apabila salah satu dari dua proses ini dihambat maka tidak akan terjadi sintesis protein. (Anonim1,1994).

d.  Metabolisme asam nukleat

DNA dan RNA memegang peranan penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel (Anonim1,1994).

Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme pada jaringan hidup, mempunyai efek membatasi dan mencegah infeksi agar tidak menjadi lebih parah. Antiseptik digunakan pada permukaan mukosa, kutan dan luka yang terinfeksi. Antiseptika yang ideal adalah dapat menghambat dan merusak sel – sel bakteri, spora bakteri jamur, virus dan protozoa, tanpa merusak jaringan tubuh (Siswandono dan Soekardjo, 2000)

 

Mekanisme kerja antiseptik sebagai berikut :

a.  Penginaktifan enzim tertentu.

            Penginaktifan enzim tertentu adalah mekanisme umum dari senyawa antiseptika, seperti turunan aldehid, etilen oksida. Aldehida dan etilen oksid bekerja dengan mengalkilasi secara langsung gugus nukleofil seperti gugus – gugus amino, karboksil, hidroksil, fenol dan tiol dari protein sel bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

b.  Denaturasi protein

         Turunan alkohol, turunan fenol bekerja sebagai antiseptik dengan cara denaturasi dan koagulasi protein sel bakteri. Senyawa alkohol dapat menimbulkan denaturasi protein sel bakteri dan proses tersebut memerlukan air. Hal ini ditunjang oleh fakta bahwa alkohol absolut, yang tidak mengandung air, mempunyai aktivitas antibakteri jauh lebih rendah disbanding alkohol yang mengandung air. Selain itu turunan alkohol juga menghambat sistem fosforilasi dan efeknya terlihat jelas pada mitokondria, yaitu pada hubungan substrat – nikotinamid adenine nukleotida (NAD). Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses absorbsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein – fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. (Siswandono dan Soekardjo, 2000).               

           

c. Mengubah permeabilitas

            Turunan fenol dapat mengubah permeabilitas membran sel bakteri, sehingga menimbulkan kebocoran konstituen sel yang esensial dan mengakibatkan bakteri mengalami kematian (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

d. Interkalasi ke dalam ADN

            Beberapa zat warna, seperti turunan trifenilmetan dan akridin, bekerja sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat, menghambat sintesis ADN dan menyebabkan perubahan kerangka mutasi pada sintesis protein. Turunan trifenil metan seperti gentian violet adalah kation aktif, dapat berkompetisi dengan ikatan hidrogen membentuk kompleks yang tak terionisasi dengan gugus bermuatan negatif dari konstituen sel, terjadi pemblokan proses biologis yang penting untuk kehidupan bakteri sehingga bakteri mengalami kematian (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

e.  Pembentukan kelat

            Beberapa turunan fenol seperti heksaklorofen dan oksikuinolin, dapat membentuk kelat dengan ion Fe danCu, kemudian bentuk kelat tersebut dialihkan ke dalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion – ion logam didalam sel menyebabkan gangguan fungsi enzim – enzim sehingga mikroorganisme mengalami kematian (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

 

Daftar pustaka

Anonim1, 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, edisi revisi, Binarupa Aksara, Jakarta 35,,37, 103, 163

 

Setyabudy, R., dan Gan V.N.S., 1995, Pengantar Antimikrobiologi Dalam Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, F. KedokteranUniversitas Indonesia, Jakarta, 571.

 

 

Siswandono dan Soekardjo B., 2000, Kimia Medisinal, Airlangga University Press, Surabaya. Hal: 10 – 14.

 

 

Jumat, 13 November 2009

manfaat penting dari ampas kopi

Kata Kunci: ampas, biodiesel, biosolar, kopi, minyak

Ditulis oleh Tomi Rustamiaji pada 15-01-2009


Biosolar adalah sebuah pasar yang sedang menggeliat. Para ahli memperkirakan bahwa produksi global tahunan dari biosolar akan mencapai angka tiga milyar galon di tahun 2010. Bahan bakar ini dapat dibuat dari minyak kedelai, minyak kelapa sawit, minyak kacang, dan minyak sayuran lainnya; lemak hewani dan bahkan minyak bekas menggoreng dari restoran cepat saji. Biosolar juga dapat ditambahkan ke dalam solar biasa. Selain itu produk ini dapat dijadikan produk tersendiri dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin-mesin diesel.

penelitian tentang ampas kopi ini pertama kali di lakukan oleh Para peneliti di Nevada telah melaporkan bahwa ampas kopi dapat memberikan sebuah alternatif bahan biosolar untuk mobil dan truk yang murah, berlimpah, dan ramah lingkungan.

Dalam studi terbaru, Mano Misra, Susanta Mohapatra, dan Narasimharao Kondamudi mengatakan bahwa halangan utama dari penggunaan luas dari biosolar adalah rendahnya kesediaan bahan baku yang berkualitas untuk menghasilkan energi baru ini. Ampas kopi mengandung minyak dengan 11-20% berat. Jumlah ini setara dengan bahan baku biosolar tradisional seperti kelapa sawit atau kacang kedelai.

Para petani menghasilkan lebih dari 16 milyar pon kopi diseluruh dunia tiap tahun. Ampas kopi dari produksi espresso, cappucino, dan kopi jawa seringkali berakhir di tempat sampah atau digunakan sebagai pupuk. Namun, ilmuwan memperkirakan bahwa sebenarnya ampas kopi memiliki potensial untuk menambah 340 juta galon biosolar kepada pasokan bahan bakar dunia.

Untuk memvalidasi ini, para ilmuwan ini mengumpulkan ampas kopi dari sebuah ritel penyedia kopi cepat saji dan mengekstrak minyaknya. Mereka kemudian menggunakan proses mudah nan murah untuk merubah 100 persen minyaknya menjadi biosolar.

Hasil dari bahan bakar berbasis kopi ini − yang memiliki bau kopi − memiliki keuntungan besar dalam hal kestabilan dibandingkan biosolar tradisional karena kandungan antioxidan tinggi di dalam kopi ungkap para peneliti. Limbah padat yang tersisa dari konversi ini dapat dirubah menjadi etanol atau digunakan sebagai kompos. Para peneliti memperkirakan bahwa proses ini dapat menghasilkan keuntungan lebih dari $8 juta dollar di Amerika saja. Mereka berencana untuk mengembangkan sebuah pabrik skala kecil untuk menghasilkan dan menguji bahan bakar eksperimen dalam rentang waktu enam hingga delapan bulan ke depan.

atropin


Atropin

1.      Latar belakang

Atropin adalah senyawa berbentuk kristal putih,rasa sangat pahit,titik lebur 115° dan terdiri dari amine antimuscarinic tersier. Atropin merupakan antagonis reseptor kolinergik yang diisolasi dari Atropa belladona L, Datura stramonium L dan tanaman lain dari family Solanaceae. (mursidi,1989)

Atropin merupakan agen preanestesi yang digolongkan sebagai antikolinergik atau parasimpatolitik. Atropin sebagai prototip antimuskarinik mempunyai kerja menghambat efek asetilkolin pada syaraf postganglionik kolinergik dan otot polos. Hambatan ini bersifat reversible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. (Achmad, 1986)

Mekanisme kerja Atropine memblok aksi kolinomimetik pada reseptor muskarinik secara reversible (tergantung jumlahnya) yaitu, hambatan oleh atropine dalam dosis kecil dapat diatasi oleh asetilkolin atau agonis muskarinik yang setara dalam dosis besar. Hal ini menunjukan adanya kompetisi untuk memperebutkan tempat ikatan. Hasil ikatan pada reseptor muskarinik adalah mencegah aksi seperti pelepasan IP3 dan hambatan adenilil siklase yang di akibatkan oleh asetilkolin atau antagonis muskarinik lainnya. (Jay dan Kirana, 2002)

Atropin dapat menimbulkan beberapa efek, misalnya pada susunan syaraf pusat, merangsang medulla oblongata dan pusat lain di otak, menghilangkan tremor, perangsang respirasi akibat dilatasi bronkus, pada dosis yang besar menyebabkan depresi nafas, eksitasi, halusinasi dan lebih lanjut dapat menimbulkan depresi dan paralisa medulla oblongata. Efek atropin pada mata menyebabkan midriasis dan siklopegia. Pada saluran nafas, atropin dapat mengurangi sekresi hidung, mulut dan bronkus. Efek atropin pada sistem kardiovaskuler (jantung) bersifat bifasik yaitu atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung dan menghambat vasodilatasi oleh asetilkolin. Pada saluran pencernaan, atropin sebagai antispasmodik yaitu menghambat peristaltik usus dan lambung, sedangkan pada otot polos atropin mendilatasi pada saluran perkencingan sehingga menyebabkan retensi urin (Hidayat, 2005)

Nama & Struktur Kimia (Sinonim) atropin adalah Atropine sulfate; a-(Hydroxymethyl)benzeneacetic acid 8-mehtyl-8-azabicyclo(3.2.1)oct-3-yl ester tropine topate, d,l- hyosciamine. C17H23NO3•1/2H2O4S. Kelarutannya : 1 g larut dalam 400 ml air,50 ml air panas,3 ml etanol,60 ml eter dan dalam 1 ml kloroform. Atropin sulfat mudah larut dalam air.

                                (mursidi, 1989)

2.      Fitokimia

Atropin adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak di temukan pada famili solanaceae salah satunya adalah kecubung (datura metel linn).Kecubung (Datura metel linn) merupakan tumbuhan C3. Pada Datura metel, fiksasi karbon awal terjadi melalui rubisco, enzim siklus Calvin yang menambahkan CO2 pada ribulosa bisfosfat. Disebut tumbuhan C3 karena produk fiksasi karbon organik pertama adalah senyawa berkarbon tiga, 3-fosfogliserat. Pada tanaman ini banyak mengandung alkaloid salah satunya adalah atropin. (Fahn, 1995)

Atropin yang di peroleh pada tanaman kecubung (datura metel,linn) termasuk dalam metabolit sekunder jenis alkaloid. Alkaloid adalah senyawa basa nitrogen organik yang terdapat dalam tumbuhan. Kebanyakan alkaloid menunjukkan aktivitas fisiologis tertentu sehingga metabolit sekunder ini banyak di gunakan sebagai obat.(robinson, 1991)

Pada umumnya alkaloid mengandung satu atom nitrogen, akan tetapi beberapa alkaloid (misalnya ergometrin,fisostigmin,kafein) mempunyai lebih dari satu nitrogen dalam molekulnya. Atom nitrogen dapat sebagai amin primer (RNH),amin sekunder (RNH),amin tersier (R3N),senyawa amonium kuartener (R4NX). (Mursidy, 1989)

Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid (Sovia, 2006). Sedangkan biosintesis dari atropin adalah ornithine disatukan secara stereospesifik membentuk cincin pyrrolidine. Sisa 3 atom C diperoleh dr asetat menghasilkan separuh piperidine. Metilasi via transmetilasi S-adenosilmetionin menyempurnakan inti tropin (Mannito, 1981). Fenilalanin merupakan prekursor tropic acid. Rantai samping fenilalanin mengalami penataan ulang intramolekuler selama proses konversi. Esterifikasi tropic acid dengan tropine menghasilkan atropin dan hyoscyamine. (harbert, 1995)

3.      botani

      Senyawa atropin ini dihasilkan dari tanaman kecubung (datura metel,linn.) yang mempunyai taksonomi tanaman sebagai berikut :

Kingdom        : Plantae

Filum              : Magnoliophyta

Kelas               : Magnoliopsida

Ordo               : Solanales

Familia           : Solanaceae

Genus             : Datura

Spesies            : Datura metel

Sinonim          : Datura fastuosa, Linn. D. alba, Ness. D. fastuosa, Linn. Var alba C.B.Clarke. Daturae folium, Hindu datura, Datura sauveolens, Datura stramonium, Hyoscyamus niger,Black Henbane, Devil's Trumpet, Metel, Downy Thorn-Apple.

Nama Lokal   : Kecubung (Jawa, Sunda), Kacobhung (Madura), Bemebe (Madura), Bulutube (Gorontalo), Taruapalo (Seram), Tampong-tampong (Bugis), Kecubu (Halmahera, Ternate), Padura (Tidore), Karontungan, Tahuntungan (Minahasa).

Nama Melayu: Kechubung, Terung pengar, Terung pungak. (steenis, 1982)

Salah satu genus dari famili solanaceae yaitu datura yang juga dikenal dengan kecubung merupakan salah satu genus yang tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah yang beriklim kering, biasanya sebagai tumbuhan liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang tidak begitu lembab, dari dataran rendah sampai 800 m di atas permukaan laut (Steenis, 1985). Tumbuhan ini sangat berpotensi untuk dikembangkan, karena tumbuhan ini menghasilkan berbagai jenis senyawa kimia yang memiliki aktivitas biologi di antaranya adalah Mengandung 0,3-0,43% alkaloid,  ± 85%  saopolamine, dan 15% hyosciamine dan atropin, tergantung dari varietas, lokasi dan musim. Isolasi dari alkaloidnya terdapat senyawa metil kristalin yang mempunyai efek relaksan pada otot lurik (otot gerak). Perbanyakan tanaman ini dengan melalui biji dan stek. (Anonim, 1985)

 

Ciri – ciri dari tanaman ini adalah sebagai berikut :

Cabang      : Cabangnya banyak dan mengembang ke kanan dan ke kiri sehingga membentuk ruang yang lebar. Tinggi dari tumbuhan kecubung 0,5-2 m.

Daun          : Berbentuk bulat telur, tunggal, tipis, dan pada bagian tepinya berlekuk lekuk tajam dan letaknya berhadap-hadapan. Serta ujung dan pangkal meruncing dan pertulangannya menyirip. Daun Kecubung berwarna hijau.

Bunga        : Bunga Kecubung tunggal menyerupai terompet dan berwarna putih atau lembayung. Mahkotanya berwarna ungu. Panjang bunga lebih kurang 12-18 cm. Bunga bergerigi 5-6 dan pendek. Tangkai bunga sekitar 1-3 cm. Kelopak bunga bertaju 5 dengan taju runcing. Tabung mahkota berbentuk corong, rusuk kuat, dan tepian bertaju 5. Taju dimahkotai oleh suatu runcingan. Benang sari tertancap pada ujung dari tabung mahkota dan sebagai bingkai berambut mengecil ke bawah. Bunga mekar di malam hari. Bunga membuka mnjelang matahari tenggelam dan menutup sore berikutnya.

Buah          : Buah Kecubung hampir bulat yang salah satu ujungnya didukung oleh tangkai tandan yang pendek dan  melekat kuat. Buah Kecubung bagian luarnya dihiasi duri-duri pendek dan dalamnya berisi biji-biji kecil warna kuning kecoklatan. Diameter buah ini sekitar 4-5 cm. Buah yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang sudah tua berwarna hijau tua. Bakal buah dalam paroan bawah beruang 4 dan pada puncak beruang 2. Buah duduk pada dasar bunga yang menebal dan melebar ditambah sisa-sisa dari kelopak. Buah berbentuk bola, dinding pada waktu masak terpecah kecil-kecil dan tidak teratur.

Biji             : Berwarna kuning cokelat, gepeng berbentuk telinga, berbintik atau bersaluran (tidak terang).

Akar          : Akar Kecubung adalah sistem perakaran tunggang. (Fahn, 1995)

4. farmakologi dan kegunaan dalam klinik

Kecubung (Datura metel L.) sangat terkenal sebagai obat untuk berbagai penyakit. Selain hampir semua bagian tanaman kecubung dapat diracik untuk obat , tapi yang banyak digunakan adalah daunnya (widayati, 1992). Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa daun kecubung mengandung alkaloida atropina yang dapat di gunakan dalam pengobatan dengan memanfaatkan senyawa-senyawa atropin yang dilaporkan memiliki berbagai aktifitas biologis yang menarik, seperti di antaranya dapat di gunakan sebagai antiasmatik (gibbs, 2000), antireumatik (anonim, 2006), antispasmodik, mydriasis dan cyclopedia pada mata (jones, 1987),analgetik (anonim, 2004), antitusif  dan  antidote untuk keracunan organophosphor.

 Selain digunakan sebagai tanaman obat, kecubung ( datura metel.,linn) juga dapat di gunakan untuk mengobati ketombe dengan cara mencampur 7 helai daun Kecubung (kering) dan 5 sendok makan minyak kelapa, di masukkan dalam botol dan di tutup, kemudian di panaskan di bawah sinar matahari selama 7 hari.

Atropin dan kebanyakan obat-obat antimuskarinik tersier diabsorbsi dengan baik dari usus dan dapat menembus membrane konjuktiva. Reabsobsinya diusus cepat dan lengkap, seperti alkaloida alamiah lainnya, begitu pula dari mukosa. Reabsorbsinya melalui kulit utuh dan mata tidak mudah. (Jay dan Kirana, 2002)

Atropin dan senyawa tersier lainnya didistribusikan meluas kedalam tubuh setelah penyerapan kadar tertentu dalam susunan saraf pusat (SSP) dicapai dalam 30 menit sampai 1 jam, dan mungkin membatasi toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek perifernya. Didistribusikan keseluruh tubuh dengan baik.

Atropin cepat menghilang dari darah setelah diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam kira-kira 60% dari dosis diekskresikan kedalam urine dalam bentuk utuh. Sisanya dalam urine kebanyakan sebagian metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya pada fungsi parasimpatis pada semua organ cepat menghilang kecuali pada mata. Efek pada iris dan otot siliaris dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih. Spesies tertentu, terutama kelinci memiliki enzim khusus satropin esterase yang membuat proteksi lengkap terhadap efek toksik atropine dengan mempercepat metabolisme obat. Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam keadaan utuh. Plasma t1/2 nya 2-4 jam. (Betram, 2004)

5. farmasetik

Bentuk sediaan yang sering digunakan dalam pengobatan herbal adalah dalam bentuk kapsul dan Jika digunakan dalam bentuk ekstrak maka ekstrak perlu diformulasi lebih dahulu dengan menggunakan bahan tambahan yang sesuai untuk sediaan salep atau pil, dan dapat juga digunakan dalam bentuk rebusan, yaitu daun kecubung  direbus dengan menggunakan air kemudian setelah mendidih disaring selagi panas, air hasil rebusan dapat digunakan sebagai obat minum. (Ming, 1999)

 Dengan injeksi intra vena 300 – 600 mcg , segera sebelum induksi anestesia, anak-anak 20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg). Pemberian injeksi subcutan atau intramuscular  300 – 600 mcg 30 – 60 menit sebelum induksi; anak-anak 20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg). Intra-operative bradicardia , pemberian injeksi intravena, 300 – 600 mcg (dosis yang lebih besar pada kondisi emergensi); anak-anak (unlicensed indication) 1- 12 tahun 10 -20 mcg/kg Untuk mengendalikan efek muskarinic pada penggunaan neostigmin dalam melawan penghambatan neuromuskular kompetitif , pemberian injeksi intravena 0,6 – 1,2 mg ; anak-anak dibawah 12 tahun (tetapi jarang digunakan) 20 mcg/kg (maksimal 600 mcg) dengan neostigmin 50 mcg/kg. (Anonim, 2000)

 

 

 

 

 

 

6.teknik fitokimia

 

 Prosedur ekstraksi mengacu pada penelitian Guswenrivo et al. (2005) dan Prianto et al. (2005) ), daun Kecubung dikeringkan lalu dihancurkan menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Selanjutnya ditimbang 250 gram serbuk daun serta 150 gram daun Kecubung lalu diekstrak menggunakan n-Hexana selama 24 jam pada temperatur kamar. Banyaknya pelarut organik yang dipergunakan adalah 6:1 terhadap berat contoh serbuk Kecubung. Residu dari ekstrak dengan n-hexana, dipergunakan kembali untuk diekstrak dengan menggunakan pelarut etil asetat, aseton, dan metanol secara bergantian dengan cara yang sama. Hasil masing-masing ekstrak dievaporasi pada temperatur lebih kurang 40ºC sampai kering.

 

7.Metode analisis

• analisis kualitatif

Analisis kualitatif ini di gunakan untuk mengidentifikasi atropin, metode yang di gunakan dalam analisis kualitatif ini adalah sebagai berikut :

1.      reaksi warna : dengan pereaksi vitali memberikan warna ungu

2.      reaksi kristal : dengan asam pikrat memberikan kristal pipih, titik lebur 175-176°

3.      kromatografi lapis tipis, rf = 0,18 (SI)

4.      spektrum uv : dalam asam sulfat 0,1 N, serapan maksimum 252,258, dan 264 nm

5.      spektra infra merah : pelet KBr : bilangan gelombang : 1035, 1153, dan 1720 cm-1

Identifikasi umum Alkaloid

Pada identifikasi ini, daun kecubung ( sampel ) segar ditimbang sebanyak 4 gram, dirajang halus dan digerus dalam lumpang dengan bantuan pasir. Digunakan pasir agar sampel cepat halus, kemudian sampel ditambah kloroform dan digerus lagi sampai membentuk pasta, lalu ditambah 10 mL larutan amonia – kloroform 0,05 N dan sampel digerus lagi. Kemudian campuran di saring ke dalam tabung reaksi kering, ditambah 5 mL larutan H2SO4 2N dan dikocok kuat. Larutan didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas merupakan lapisan asam sulfat dan lapisan bawah merupakan lapisan kloroform. dengan menggunakan pipet tetes yang diberi kapas pada ujungnya, diambil lapisan asam sulfat dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil.

Filtrat ini dibagi tiga untuk melakukan uji dengan 3 pereaksi. Tabung reaksi pertama diuji dengan pereaksi Mayer, Tabung reaksi kedua diuji dengan pereaksi Wagner, dan tabung reaksi ketiga dengan pereaksi Dragendorf. Menurut teori, tes positif alkaloid dari ketiga pereaksi tersebut adalah terbentuknya endapan putih / keruh untuk pereaksi Mayer, terbentuknya endapan coklat untuk pereaksi Wagner dan terbentuknya endapan orange untuk pereaksi Dragendorf. (Robinson, 1991)

• analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif di gunakan untuk mengetahui kadar atropin, metode yang di gunakan dalam analisis kuantitatif ini adalah sebagai berikut :

1.      titrasi bebas air

atropin biasanya terdapat sebagai atropin sulfat yang dapat di titrasi dalam lingkungan bebas air.

Prosedur :

Timbang seksama cuplikan yang mengandung lebih kurang 200 mg atropin sulfat, larutkan dalam 10 ml air. Tambahkan 4 ml larutan natrium karbonat, sari berurut-turut dengan 20, 10, 10, dan 10 ml kloroform. Saring kumpulkan sari kloroform, uapkan di atas tangkas air hingga kering. Larutkan sisa pengeringan dalam 40 ml asam asetat glasial, tambahkan 10 ml dioksan, titrasi dengan larutan baku asam perklorat 0,1 N menggunakan indikator kristal violet. Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 33,84 mg atropin sulfat.

2.      gravimetri

atropin dapat di endapkan dengan asam silikowolframat memberikan endapan SiO2.12WO2. 4 atropin. 2H2O, kalau endapan di keringkan pada 105°. Prosedur penetapan sama seperti pada koniin. Kadar atropin di hitung dengan menggunakan faktor 0,1936.

3.      Argentometri

Selain cara titrasi dengan air, atropin dapat di tetapkan secara argentometri tak langsung. Pada metode ini atropin di endapkan dengan garam Reineckate, kemudian ion rodanit yang di bebaskan dari endapan, di titrasi dengan larutan baku perak nitrat.

Prosedur :

Suatu cuplikan yang di timbang seksama mengandung lebih kurang 6 mg atropin sulfat di larutkan dalam 2 ml HCL 0,1 N dan 3 ml air. Tambahkan 5 ml larutan amoniak reineckate 2 %, biarkan dalam air es selama 30 menit. Endapan di cuci dengan 20 ml air es kemudian di larutkan dalam aseton dan kertas saring di cuci dengan 40 ml air. Ke dalam gabungan filtrat tambahkan 1 ml larutan fehling B, didihkan selama 10 menit, kemudian dinginkan. Tambahkan 20 ml asam nitrat kemudian 5 ml 0,1 N larutan baku AgNo3. Setelah di aduk kelebihan baku AgNo3 di titrasi dengan baku tiosianat menggunakan indikator tawas besi. Tiap ml 0,1 N AgNo3 setara dengan 8,46 mg atropin. (mursidi, 1989)

 

8. Daftar Pustaka

Achmad.S. A. 1989. Analisis Metabolit Sekunder. UGM press. yogyakarta.

Amrun Hidayat. M. 2005. Alkaloid Turunan Triptofan. (di akses tanggal 8 juni 2009). http//www.wikipedia.com/turunan-triptofan.html

Anonim. 1985. Tanaman obat Indonesia jilid II. Depkes RI. Jakarta.

Anonim. 2000. Informatorium obat nasional Indonesia. Depkes RI. Jakarta.

Anonim. 2004. Kecubung pereda sakit haid. http//www.suara merdeka.com/cyber news/sehat/obat alami/obat-alami 15. Html.

Anonim. 2006. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit arthritis rematik. Depkes RI. Jakarta.

Betram. G. katzung. 2004. Farmakologi dasar dan klinik. EGC. Jakarta.

Fahn.A. 1995.  Anatomi tumbuhan edisi ketiga. Gajah mada university press, Yogyakarta.

Gibbs.MA.camargo.CA.rowe.BH.silverman.RA. 2000. State of the art;therapeutic controversies in severe acute asthma. Acad emerg,med.

Gus wenrivo,I.;T.kartika;A.H.prianto;D.tarmadi;S.yusuf. 2005. pemanfaatan bahan aktif dari daun sirih (piper betel linn) sebagai bahan anti rayap. Prosiding seminar nasional masyarakat peneliti kayu Indonesia VIII,pp. C-16-C-20.

Herbert.R.B. 1995. Biosintesis metabolit sekunder, edisi ke-2,cetakan ke-1. Terjemahan bambang sri gandono. IKIP press. Semarang.

Jay,than hoon dan kirana,raharja. 2002. Obat-obat penting. Gramedia Jakarta.

Jones DB. 1987. Fungal keratitis,in clinical ophthalmology, vol 4. Harper & row. Philadelphia.

Mannito, P. 1981. Biosynthesis of natural products, terjemahan PG sammes, chicster ellis horwood. ltd.

Ming, L.C., 1999. Ageratum conyzoides: A Tropical Source of Medicinal and Agricultural Products. In Janic J. (Ed.). Perspective on New Crops and New Uses. ASHS Press. Virginia, USA. P. 469-473

Mursyidi, achmad. 1989. Analisis metabolit sekunder. UGM. Yogyakarta.

Prianto,A.H.;I.guswenrivo;T.kartika;D.tarmadi;S.yusuf. 2005. Study on utilization of active component in leaves and bark of heem (azadirach ta indika A.juss) as anti-termites. Proceeding of the 6th international wood science symposium,PP. 351-355.

Robinson,T. 1991. Kandungan organik tumbuhan tinggi. ITB. Bandung.

Sovia, lenny. 2006. Senyawa flavonoida, fenil propanoida, alkaloid. USU repository.

Sri widayati. 1992. Skrining fitokimia dan penetapan kadar alkaloid total daun kecubung (datura metel linn) dengan pengeringan lazim pada saat berbunga. Skripsi. FF UGM. Yogyakarta.

Steenis, Dr.C.G. 1982. Flora. PT paradnya paramita. Jakarta.